Beranda | Artikel
Salafi Kembali Dicaci
Selasa, 6 Desember 2011

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Sunnah sebagai penyelamat di tengah derasnya badai fitnah. Salawat dan salam kepada Nabi akhir zaman, yang telah menunjukkan dengan gamblang mengenai jalan kebenaran, yaitu jalan al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat). Amma ba’du.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam itu datang dalam keadaan asing, dan ia akan kembali menjadi asing seperti kedatangannya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (HR. Muslim)

Saudara seiman dan seakidah yang dirahmati Allah, tak henti-hentinya ahlul bathil menyerang dan menyerbu ahlul haq. Namun sama sekali hal itu tak akan menggoyahkan al haq sedikit pun. Belum lagi berlalu tragedi pengepungan kaum Syi’ah Hutsi di Yaman kepada saudara-saudara kita di Dammaj yang telah menewaskan sejumlah korban Ahlus Sunnah –semoga Allah menempatkan mereka di surga-Nya-.

Ternyata, dalam situasi yang sedemikian memprihatinkan ini, di negeri kita masih ada juga orang-orang yang berusaha menebarkan keragu-raguan terhadap kebenaran kepada umat Islam. Tuduhan dan celaan yang tidak pada tempatnya telah mengotori lisan dan tulisan mereka. Maha Suci Allah dari apa yang mereka lontarkan…

Saudaraku, semoga Allah mengokohkan imanku dan imanmu… Sesungguhnya Islam yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan mengikuti metode beragama para sahabat radhiyallahu’anhum.

Terlalu banyak dalil, dari ayat maupun hadits yang menetapkan hakikat yang agung ini. Sehingga pemahaman tentang hal ini menjadi sebuah perkara yang teramat jelas dan gamblang di mata orang-orang yang masih mendengar suara hatinya.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kemudian apabila kalian berselisih dalam suatu urusan maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul (as-Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. an-Nisaa’: 59)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menaati rasul, sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaklah merasa takut orang-orang yang menyelisihi urusan/tuntunan rasul itu, karena mereka akan tertimpa fitnah/petaka atau siksaan yang amat pedih.” (QS. an-Nuur: 63)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidak beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai hakim/pemutus perkara dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka, kemudian mereka tidak mendapati dalam hati mereka rasa sempit atas apa yang kamu putuskan, dan mereka pasrah dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisaa’: 65)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah layak bagi seorang lelaki yang beriman, demikian pula bagi seorang perempuan yang beriman, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka pilihan yang lain untuk urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk, dan dia justru mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, maka Kami akan membiarkan dia di dalam kesesatan yang dia pilih, dan Kami pun akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama yaitu Muhajirin dan Anshar, beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah telah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada-Nya…” (QS. at-Taubah: 100)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku, maka dia akan melihat banyak perselisihan. Oleh sebab itu wajib atas kalian untuk mengikuti Sunnah/ajaranku dan Sunnah Khulafa’ur rasyidin yang berjalan di atas hidayah. Berpegang teguhlah dengannya. Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham, dan jauhilah berbagai perkara yang diada-adakan. Karena setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Tirmidzi berkata; hadits hasan sahih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami pasti tertolak.” (HR. Muslim)

Imam Malik rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menciptakan suatu bid’ah yang dia pandang sebagai sebuah kebaikan (bid’ah hasanah) maka sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengkhianati risalah.”

Imam Malik rahimahullah berkata, “Sunnah adalah bahtera Nuh. Barangsiapa yang menaikinya niscaya akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal darinya maka dia akan tenggelam.”

Imam Malik rahimahullah berkata, “Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan sesuatu yang telah berhasil memperbaiki generasi awalnya.”

Imam al-Auza’i rahimahullah berkata, “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak orang-orang yang terdahulu (salaf), dan jauhilah pendapat-pendapat akal manusia meskipun mereka menghias-hiasinya dengan ucapan yang indah.”

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya suatu Sunnah/hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya meninggalkannya hanya gara-gara mengikuti pendapat seseorang.”

Ketika membicarakan tentang ath-Tha’ifah al-Manshurah/golongan yang dimenangkan, Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Apabila mereka itu bukan ahlul hadits maka aku tidak tahu lagi siapakah mereka itu.”

Imam adz-Dzahabi rahimahullah memuji Imam ad-Daruquthni dengan ucapannya, “Beliau tidak pernah menggeluti ilmu kalam/filsafat dan perdebatan, beliau pun tidak suka menceburkan diri ke dalamnya. Bahkan beliau adalah seorang salafi/pengikut salaf.”

Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa mengikuti Salafus Shalih –kaum Muhajirin dan Anshar, yaitu para sahabat, dan juga tabi’in dan tabi’ut tabi’in- adalah sebuah keharusan, apabila kita ingin termasuk golongan orang diridhai dan ditolong Allah. Maka setiap muslim tanpa kecuali harus beragama dengan berpegang kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pehamaman Salafus Shalih berdasarkan dalil-dalil yang sudah sangat jelas dan gamblang di atas, dan dalil-dalil lain yang banyak sekali. Inilah yang dimaksud dengan istilah salafi!!

Sekarang marilah kita bertanya kepada diri-diri kita:

Dari manakah kita mengetahui cara sholat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –dari takbir sampai salam- kalau bukan dari para Sahabat radhiyallahu’anhum?

Dari manakah kita mengetahui tuntunan puasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –dari sejak sahur sampai buka- kalau bukan dari para Sahabat radhiyallahu’anhum?

Dari manakah kita mengetahui cara wudhu dan tayammum yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau bukan dari para Sahabat radhiyallahu’anhum?

Dari manakah kita mengetahui akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau bukan dari keterangan para Sahabat radhiyallahu’anhum?

Aduhai, lantas mengapa sekarang di zaman ini, tatkala kita berbicara akidah, tatkala kita berbicara tauhid, tatkala kita berbicara tentang dakwah dan metode ishlahul ummah/memperbaiki umat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dipahami oleh para Sahabat radhiyallahu’anhum kemudian seketika muncul tokoh-tokoh kaum muslimin yang berteriak-teriak mengingkari, melecehkan bahkan memusuhinya?!

Sungguh benar, apa yang dikatakan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya tidaklah datang suatu zaman, melainkan yang sesudahnya itu lebih buruk daripada zaman sebelumnya.” (HR. Bukhari)

Di saat-saat seperti inilah, semestinya setiap kita berintrospeksi sudahkah kita benar-benar berusaha mengikuti pemahaman Salafus Shalih, dalam akidah kita, ibadah kita, akhlak kita, dan mu’amalah kita. Bukannya malah menjauhkan umat dari pemahaman Salafus Shalih dan para ulamanya!

Apakah seperti ini balasan kalian kepada orang-orang yang telah mengorbankan harta, waktu, tenaga, bahkan nyawanya demi tegaknya dakwah Islam ini, wahai saudaraku! Tidakkah kalian ingat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah kalian mencela para sahabatku! Seandainya ada salah seorang di antara kalian yang berinfak emas sebesar gunung Uhud maka hal itu tidak akan bisa mengimbangi infak mereka walaupun hanya satu mud/dua genggaman tangan, atau pun setengahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Akankah kita mengikuti jejak makhluk-makhluk keji yang telah mencaci-maki para Sahabat bahkan mengkafirkan mereka dengan kedok kecintaan kepada keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apakah kita akan menjadi juru bicara mereka yang senantiasa menutup-nutupi  aib, kedustaan, dan pengkhianatan mereka (baca: Syi’ah) kepada umat, sementara para Sahabat yang mulia –para pemetik janji surga- beserta para ulama pengikut setia mereka kita hinakan dan kita cela habis-habisan?! Subhanallah… Sungguh ini adalah kezaliman yang sangat besar!


Artikel asli: http://abumushlih.com/salafi-kembali-dicaci.html/